October 9, 2024

Jurnal Hukum Adat Indonesia (JIAL) – BERITA

Jurnal Hukum Adat Indonesia (JIAL) online akses terbuka yang menerbitkan artikel penelitian asli, resensi, artikel pendek dan isu-isu di bidang Hukum Adat atau Hukum Adat di Indonesia.

Nurul Arifin Gemas Karena Kebocoran Data

Nurul Arifin Gemas Karena Kebocoran Data

Nurul Arifin, salah satu tokoh politik yang aktif bersuara, kembali angkat bicara mengenai maraknya kasus kebocoran data di Indonesia. Dengan nada tegas dan sedikit gemas, Nurul menyatakan kekhawatirannya atas situasi ini, terutama setelah sejumlah data penting seperti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) jutaan warga, termasuk milik Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, bocor ke publik. Insiden ini dikaitkan dengan tindakan hacker terkenal, Bjorka, yang kerap kali membeberkan kelemahan sistem keamanan data di negara ini.

Kebocoran data ini memang bukan hal baru, tetapi kasus demi kasus yang terjadi semakin menambah kekhawatiran publik. Nurul Arifin pun mempertanyakan sejauh mana penanganan yang telah dilakukan oleh pemerintah, terutama oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), yang saat ini bertanggung jawab atas Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Apalagi, tak lama berselang setelah bocornya data NPWP, PDNS sendiri menjadi korban serangan ransomware yang juga mempengaruhi sistem data yang ada. “Sudah sejauh mana penanganan insiden ini?” tanya Nurul, merujuk pada keterlambatan respons pemerintah terhadap kebocoran tersebut.

Nurul Arifin Gemas Karena Kebocoran Data

Kebocoran Data: Bukan Masalah Biasa
Bagi Nurul, kebocoran data adalah masalah serius yang harus segera ditangani. Tidak hanya karena menyangkut privasi masyarakat, tetapi juga terkait dengan keamanan negara. Ia mengungkapkan keprihatinannya bahwa hingga saat ini, DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) belum mendapatkan update resmi dari pemerintah mengenai langkah konkret yang telah diambil untuk menangani insiden kebocoran data, terutama terkait dengan serangan ransomware yang menimpa PDNS. “Kita gemas melihat situasi ini, kenapa belum ada langkah yang benar-benar signifikan?” ujar Nurul.

Dalam pandangannya, sistem keamanan data di Indonesia masih jauh dari kata sempurna. Meski berbagai perbaikan sudah dilakukan, kebocoran demi kebocoran terus terjadi, menandakan bahwa upaya tersebut belum optimal. “Ini adalah wake-up call bagi kita semua bahwa keamanan data harus menjadi prioritas utama,” tambahnya.

Kasus Bjorka dan Serangan Ransomware
Nama Bjorka semakin mencuat setelah berbagai aksi peretasan yang berhasil membobol data sensitif milik pemerintah. Tak hanya NPWP warga biasa, tetapi juga data milik pejabat negara menjadi korban. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat, termasuk DPR. Nurul mempertanyakan, apakah sistem keamanan digital negara ini sudah cukup kuat untuk melindungi data penting? Ataukah memang perlu ada reformasi besar-besaran dalam hal teknologi informasi dan keamanan data?

Dalam kasus PDNS yang dibobol ransomware, Nurul mengingatkan bahwa serangan ini bukan hal yang bisa dianggap sepele. Serangan ransomware adalah bentuk kejahatan siber di mana peretas mengunci data penting dan meminta tebusan untuk mengembalikan aksesnya. Nurul menilai, bila serangan seperti ini bisa menimpa pusat data yang dikelola oleh kementerian, hal ini menunjukkan betapa lemahnya sistem keamanan digital di negara ini.

“Pusat Data Nasional seharusnya memiliki sistem keamanan tingkat tinggi, tapi kenyataannya, serangan ini berhasil menembus pertahanan mereka. Apa yang salah?” tanyanya dengan nada kritis. Ia juga meminta pemerintah untuk lebih transparan dalam memberikan informasi mengenai langkah-langkah yang telah diambil guna mengatasi masalah ini.

Transparansi dan Tindakan Konkret

Nurul Arifin menekankan pentingnya transparansi dalam penanganan masalah kebocoran data ini. Ia mendorong pemerintah untuk segera memberikan update resmi kepada DPR dan masyarakat terkait langkah-langkah yang telah diambil, serta rencana ke depan untuk mencegah kebocoran data yang lebih besar. Menurutnya, masyarakat berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana pemerintah merespons insiden ini.

Selain itu, Nurul juga mengusulkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem keamanan data di seluruh institusi pemerintahan. Ia meyakini bahwa perbaikan besar-besaran diperlukan, baik dari segi teknologi maupun sumber daya manusia yang terlibat dalam pengelolaan data. “Kita tidak bisa menunggu sampai insiden berikutnya terjadi. Keamanan data harus menjadi prioritas nasional,” tegasnya.

Di sisi lain, ia juga mendesak agar regulasi terkait keamanan data segera diperbarui dan diperketat. Nurul menilai, kebocoran data seperti ini seharusnya bisa diminimalisir dengan regulasi yang lebih ketat dan penegakan hukum yang lebih tegas bagi pelanggar keamanan data.

Membangun Kepercayaan Publik
Bagi Nurul, masalah kebocoran data bukan hanya masalah teknis, tetapi juga masalah kepercayaan. Ketika data sensitif seperti NPWP, data pribadi pejabat tinggi negara, hingga informasi penting lainnya bisa dengan mudah bocor, maka kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam hal menjaga privasi dan keamanan menjadi taruhannya.

 

Share: Facebook Twitter Linkedin