Dijaga dengan Pendekatan Hukum Adat Hutan Lindung Wehea di Kutai Timur

Dijaga dengan Pendekatan Hukum Adat Hutan Lindung Wehea di Kutai Timur

Dijaga dengan Pendekatan Hukum Adat Hutan Lindung Wehea di Kutai Timur

Jial-apha.net – Jakarta Hutan Lindung Wehea yang terletak di Kabupaten Kutai Timur terus dijaga kelestariannya melalui pendekatan adat. Pasalnya, di tengah hutan yang merupakan rumah bagi hewan endemik Kalimantan tersebut terdapat sebuah monumen Suku Dayak Wehea.

Monumen itu pun menjadi penanda bahwa Hutan Lindung Wehea yang memiliki luas 38 ribu hektare dijaga melalui pendekatan adat. Melalui pendekatan adat, hutan yang memiliki kekayaan fauna, seperti 19 jenis mamalia, 114 jenis burung, 12 hewan pengerat, dan 9 jenis primata tetap lestari hingga kini.

Namun, kawasan hutan lindung tersebut pun terancam oleh perambahan yang dilakukan oleh beberapa pihak. Untuk itu, masyarakat adat Wehea membentuk Petkuq Mehuey atau penjaga hutan yang beranggotakan pemuda-pemuda Suku Dayak Wehea yang bertugas melakukan penjagaan hutan secara bergantian.

“Ya biar Hutan Lindung Wehea ini tetap ada,” kata Bering, salah satu anggota Petkuq Mehuey.

Para pemuda Dayak Wehea berkeliling hutan untuk memastikan tidak ada satu pun pohon yang ditebang dan hewan yang diburu. Di hutan lindung ini, selain dilarang menebang pohon maupun berburu, menyalakan api pun tak boleh.

Bagi masyarakat Suku Adat Dayak Wehea, hutan adalah sumber kehidupan. Hutan yang lestari menjadi sumber air bagi ladang dan sawah mereka dan itulah mengapa masyarakat begitu teguh mempertahankan hutan ini.

Bergantung berasal dari Hutan

Masyarakat Dayak secara umum hidup bergantung berasal dari hutan sejak dulu. Kesadaran terhadap tingkat deforestasi yang tinggi membuat Suku Dayak Wehea merawat dengan sepenuh hati Hutan Lindung Wehea.

“Jadi kalau kaya di luar sana tersedia perkebunan apa segala macam, kalau tidak dijaga hutan ya nanti habis. Terjadi bencana kaya longsor banjir,” kata Beping.

Pemuda Dayak Wehea ini bercerita pernah menangkap seorang pemburu kayu gaharu dan mereka menangkap pas tengah patrol di dalam hutan. Uniknya, pendekatan hukuman adat didahulukan dan pemburu kayu itu lantas dihukum sesuai keputusan adat.

“Ada pernah kita menangkap orang yang mengambil alih (kayu) gaharu. Di hukum adat,” ujar Beping.

Patroli jadi ditingkatkan dikarenakan di dalam hutan lindung wehea terdapat kadar emas. Para pendulang emas tradisional pernah coba masuk ke hutan lindung ini.

Kepala Adat Dayak Wehea, Ledjie Taq menjelaskan, pelanggaran di hutan lindung wehea dapat dikenakan sanksi adat. Sangsi ini lebih mempunyai tujuan untuk melaksanakan pemulihan.

“Sementara ini di hutan lindung ini kita tersedia buat ketetapan adat untuk merawat hutan. Antara lain tidak boleh membuat api, tidak boleh mengambil alih kayu tidak boleh menebang pohon tidak boleh membunuh binatang yang tersedia di dalamnya, termasuk binatang langka lainnya itu,” jelasnya.