ICW Sindir Pengacara yang Minta KPK Proses Lukas Enembe dengan Hukum Ada

ICW Sindir Pengacara yang Minta KPK Proses Lukas Enembe dengan Hukum Ada

ICW Sindir Pengacara yang Minta KPK Proses Lukas Enembe dengan Hukum Adat

Jial-apha.net – Jakarta, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyindir tim kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe yang meminta kasus dugaan suap dan gratifikasi di Pemprov Papua yang menjerat Lukas diselesaikan dengan hukum adat.

Atas permintaannya itu, Peneliti ICW Kurnia Ramadhana meminta tim kuasa hukum Lukas kembali mempelajari ilmu hukum.

“ICW berharap pengacara Lukas Enembe segera bergegas membeli buku tentang hukum pidana dan membacanya secara perlahan, agar kemudian dapat memahami secara utuh bagaimana alur penanganan suatu perkara,” ujar Kurnia dalam keterangannya, Rabu (12/10/2024).

Lagi pula, menurut Kurnia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut kasus dugaan korupsi yang dilakukan seorang gubernur, bukan kepala suku. Jadi, menurut Kurnia, tak ada kaitan hukum adat dengan mekanisme pidana yang tengah dilakukan KPK.

“Pengacara saudara Lukas juga harus memahami bahwa KPK saat ini sedang mengusut dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh gubernur, bukan seorang kepala suku,” kata dia.

Kurnia juga mengingatkan soal penghentian penyidikan yang bisa dilakukan KPK. Menurut Kurnia, penghentian penyidikan dapat dilakukan bila KPK tak memperoleh bukti cukup, kemudian perbuatan Lukas tidak masuk ranah pidana, dan diberhentikan demi hukum. Kurnia menyebut, regulasi itu diatur secara rinci dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP.

Selain itu, Kurnia juga meminta tim kuasa hukum Lukas membaca ketentuan Pasal 40 UU KPK yang menyatakan bahwa KPK dapat menghentikan penyidikan jika penanganannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama dua tahun.

“Dua regulasi itu sama sekali tidak menyebutkan alasan penghentian penyidikan karena seseorang diangkat sebagai kepala suku,” kata Kurnia.

KPK Duga Ada Provokator

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut ada pihak yang coba memperkeruh dan memprovokasi penanganan kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan proyek di Papua yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe.

“Kami meminta kepada pihak-pihak tertentu untuk tidak memperkeruh dan memprovokasi masyarakat dengan narasi-narasi adanya kriminalisasi maupun politisasi,” ujar Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (31/3/2024).

Ali meminta kepada pihak-pihak tersebut untuk tak lagi membangun opini yang menyebabkan mangkraknya penanganan kasus. Apalagi, sampai memprovokasi agar Lukas Enembe maupun saksi lain untuk tak memenuhi panggilan KPK.

“Sehingga KPK pun menyayangkan dugaan adanya pihak-pihak yang kemudian membangun opini agar saksi maupun tersangka menghindari pemeriksaan KPK,” kata Ali.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan bahwa kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe tak ada hubungannya dengan politik. Dia menekankan aparat TNI siap dikerahkan apabila ada masyarakat menghalangi proses hukum Lukas Enembe.

“Kalau mereka dalam perlindungan masyarakat yang dalam pengaruhnya Lukas Enembe, apa perlu TNI dikerahkan? Untuk itu, kalau diperlukan ya apa boleh buat. Begitu,” kata Moeldoko kepada wartawan di Kantor Staf Presiden Jakarta, Kamis (29/8/2024).

KPK Tetap Usut dengan Hukum Nasional

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan memproses Gubernur Papua Lukas Enembe dengan hukum nasional. Pernyataan ini menanggapi keinginan kuasa hukum Lukas yang menghendaki masalah Lukas Enembe diproses dengan hukum adat.

“Sejauh ini betul bahwa eksistensi seluruh hukum adat di Indonesia dianggap keberadaannya. Namun untuk kejahatan, khususnya korupsi maka baik hukum acara formil maupun materiil pasti mempergunakan hukum positif yang berlaku secara nasional,” ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di dalam keterangannya, Selasa (31/3/2024).

Ali mengaku pihak lembaga antirasuah jadi khawatir keinginan pengacara Lukas Enembe itu tambah mencederai nilai luhur penduduk Papua.

“Kami khawatir statement yang kontraproduktif berikut justru sanggup menciderai nilai-nilai luhur penduduk Papua itu sendiri,” kata Ali.

Menurut Ali Fikri, sekiranya hukum adat beri tambahan sanksi moral atau adat kepada pelaku tindak kejahatan, perihal berikut tidak berpengaruh terhadap sistem penegakan hukum positif cocok undang-undang yang berlaku.

Ali menyebut pihak KPK menyayangkan pengakuan penasihat hukum Lukas Enembe, yang semestinya paham masalah hukum. Menurut Ali, penasihat hukum sejatinya sanggup beri tambahan nasihat kepada Lukas secara profesional.

“Kami meyakini para tokoh penduduk Papua senantiasa teguh merawat nilai-nilai luhur adat yang diyakininya, juga nilai kejujuran dan antikorupsi. Sehingga tentu saja juga mendukung penuh usaha pemberantasan korupsi di Papua,” kata Ali.

Hukum Adat Harus Berlaku Lagi Bopak Castello Kritik Komika Merendahkan Agama Dan Hina Nabi

Hukum Adat Harus Berlaku Lagi Bopak Castello Kritik Komika Merendahkan Agama Dan Hina Nabi

Hukum Adat Harus Berlaku Lagi Bopak Castello Kritik Komika Merendahkan Agama Dan Hina Nabi

Jurnal Hukum Adat Indonesia ( JILI ) – Jakarta Dalam lanjutan wawancara podcast dengan Dery eks Vierratale, Bopak Castello tidak hanya membahas keputusannya untuk memilih proyek televisi yang lebih positif, tetapi juga menyentuh isu sensitif terkait perilaku beberapa komedian di Indonesia yang cenderung melampaui batas-batas keberagamaan.

Bahkan yang paling parah adalah hingga menghina Nabi. Dalam percakapan tersebut, Dery mempertanyakan pandangan Bopak mengenai kondisi perkomedian di Indonesia, khususnya para komika baru yang terkadang menggunakan materi yang kurang pantas.

Bopak Castello menyatakan keprihatinannya terhadap fenomena tersebut.

“Sekarang gimana, Bang? Mengenai karir perkomedian di Indonesia ini, kan banyak yang anak-anak baru. Tapi nyatanya, oknum-oknum ini kan dia serampangan kata-katanya, ngomong-ngomong jorok,” ungkap Dery.

Hukum Adat Dirangkum Dalam Jurnal Hukum Adat Indonesia

Dalam tanggapannya, Bopak Castello menekankan bahwa materi yang menyinggung nilai-nilai agama, terutama merendahkan Rasulullah, adalah hal yang tidak baik. Ia berpendapat bahwa ini bukan hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi juga tugas pemerintah dan masyarakat untuk menjaga nilai-nilai tersebut.

“Ini kan materi yang tidak baik. Nah ini kan begini, sebetulnya udah harus tugas pemerintah ini. Harus tugas pemerintah dan masyarakat. Kalau Bopak malah setuju hukum adat itu berlaku lagi. Kayak zaman kita dulu,” jelas Bopak.

Contoh Kasus Hukum Adat

Bopak Castello menanggapi dengan menyebutkan sebuah contoh masalah yang berlangsung baru-baru ini. Di mana ada seorang komika Lampung dianggap menghina nabi Muhammad SAW.

“Apalagi tempo hari kan ada kawan yang berasal dari sono hingga menyinggung Rasulullah, ya kan? Aduh,” ujar Bopak.

Sanksi Sosial Dalam Konteks Hukum Adat

Dalam konteks hukum adat, Bopak Castello memberi tambahan contoh berkenaan bagaimana penduduk dulu menerapkan sanksi sosial pada pelanggaran tertentu, seperti bekas narapidana yang diakui sebagai tabu. Ia menyebutkan bahwa sanksi sosial seperti itu mampu jadi solusi dalam konteks moderen untuk menghargai nilai-nilai agama dan moralitas.

“Hukum rutinitas itu kan tidak tertulis. Tapi hukum rutinitas itu lahir dibentuk berasal dari manusia yang sebenarnya perhatikan berkenaan sosial. Lo di satu wilayah, kan lo harus ikut peraturan lingkungan. Itu namanya kan hukum adat. Nah jikalau lu melanggar, ya lu tentu dilecehkan mirip warga yang lainnya. Karena Karena lu apa? Mengganggu,” kata Bopak Castello.