Pendahuluan
Hukum pidana adalah satu diantara cabang hukum public yang memiliki peran sentra dalam menjaga keteraturan dan membuat perlindungan kebutuhan warga. Kehadiran hukum pidana bukan hanya berperan untuk memberi hukuman aktor kejahatan, tapi juga menghambat berlangsungnya perlakuan yang bikin rugi dan memberikan perasaan aman ke public. Di Indonesia, hukum pidana ditata khususnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan beragam undang-undang khusus seperti Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Narkotika, dan Undang-Undang Pelindungan Anak. Tulisan ini akan mengulas ide dan konsep dasar hukum pidana, sekalian membahas rintangan kontemporer yang ditemui dalam aplikasinya.
Ulasan
1. Ide Hukum Pidana
Secara classic, hukum pidana dimengerti sebagai beberapa kumpulan etika hukum yang tentukan perlakuan yang dilarang dan diintimidasi pidana untuk pelanggarnya. Menurut Moeljatno, hukum pidana adalah keseluruhnya ketentuan yang tentukan perlakuan yang mana dilarang dan diintimidasi pidana, dan tentukan persyaratan kapan pidana itu bisa dijatuhkan. Dengan begitu, hukum pidana berperan sebagai fasilitas pengaturan sosial (social kontrol) sekalian pelindungan kebutuhan hukum warga.
Dalam sudut pandang hukum positif Indonesia, hukum pidana dipisah menjadi dua: hukum pidana material dan hukum pidana formal. Hukum pidana material atur intisari larangan (apa yang dilarang dan teror pidananya), dan hukum pidana formal atau hukum acara pidana atur tata langkah penegakan hukum dimulai dari penyidikan, penyelidikan, penuntutan, sampai eksekusi keputusan pengadilan.
2. Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Pidana
a. Azas Validitas (Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali)
Tidak ada perlakuan bisa dipidana tanpa ketetapan undang-undang yang mengendalikannya lebih dulu. Azas ini tercermin dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP dan mempunyai tujuan membuat perlindungan masyarakat negara dari pemidanaan semena-mena.
b. Azas Kekeliruan (Geen straf zonder schuld)
Pemidanaan cuma bisa dijatuhkan bila ada kekeliruan, baik berbentuk tersengajaan (dolus) atau kelengahan (culpa). Tanpa kekeliruan, seorang tidak bisa diminta pertanggungjawaban pidana.
c. Azas Proporsionalitas dan Kemanusiaan
Pidana harus imbang pada tingkat kekeliruan dan masih tetap memerhatikan beberapa nilai kemanusiaan. Dalam kerangka ini, pemidanaan jangan memiliki sifat kejam atau merendahkan martabat manusia.
d. Azas Ultimum Remedium
Hukum pidana seharusnya menjadi fasilitas paling akhir sesudah usaha hukum lain tidak efektif. Pendekatan ini memperjelas jika pidana bukan salah satu langkah menuntaskan permasalahan sosial.
3. Perubahan dan Rintangan Kontemporer
a. Reformasi KUHP
Sesudah lebih satu era memakai KUHP peninggalan penjajahan Belanda, Indonesia pada akhirnya menetapkan KUHP baru pada 2022. Penyempurnaan ini penting untuk sesuaikan hukum pidana dengan beberapa nilai Pancasila dan perubahan sosial. Tetapi, beberapa ketetapan baru munculkan pembicaraan, contohnya pasal berkenaan penghinaan pada presiden atau penataan moralitas, yang dicemaskan bisa memberikan ancaman kebebasan sipil.
b. Implementasi Restorative Justice
Pendekatan keadilan restoratif sekarang makin diaplikasikan dalam penuntasan tindak pidana enteng, khususnya untuk kasus anak. Konsentrasinya tidak cuma memberi hukuman aktor, tapi juga mengembalikan jalinan di antara aktor, korban, dan warga. Rintangannya yaitu memastikan kesetimbangan di antara kebutuhan korban, aktor, dan kebutuhan umum.
c. Kejahatan Cyber (Cybercrime)
Perubahan tehnologi digital munculkan bentuk kejahatan baru, seperti penipuan online, peretasan, dan penebaran konten ilegal. Penegakan hukum pada cybercrime membutuhkan pengetahuan tehnis dan bekerja sama internasional, ingat karakter kejahatannya lintasi batasan negara.
d. Korupsi sebagai Kejahatan Luar Biasa
Korupsi di Indonesia dikelompokkan sebagai extraordinary crime yang memberikan ancaman ekonomi dan demokrasi. Penegakan hukum pidana pada korupsi hadapi rintangan berbentuk komplikasi pembuktian dan kekuatan interferensi politik. Komisi Pembasmian Korupsi (KPK) menjadi ujung tombak dalam pembasmian korupsi, namun masih tetap membutuhkan support politik dan public.
e. Pelindungan Hak Asasi Manusia
Pada proses penegakan hukum pidana, pelindungan hak asasi manusia harus terus diprioritaskan, termasuk hak terdakwa untuk memperoleh perlindungan hukum dan tindakan yang adil. Praktek seperti penganiayaan pada proses penyelidikan harus dihapus.
Ringkasan
Hukum pidana adalah instrument penting untuk menjaga keteraturan sosial dan membuat perlindungan kebutuhan hukum warga. Beberapa prinsip seperti azas validitas, azas kekeliruan, proporsionalitas, dan ultimum remedium menjadi pilar khusus dalam aplikasinya. Di Indonesia, penyempurnaan KUHP dan implementasi keadilan restoratif mengidentifikasi usaha reformasi yang berkaitan dengan perubahan jaman. Tetapi, rintangan seperti kejahatan cyber, korupsi, dan pelindungan hak asasi manusia menuntut penyesuaian tanpa henti, baik dari segi peraturan atau praktek penegakan hukum. Dengan pengetahuan yang dalam dan loyalitas pada nilai keadilan, hukum pidana tetap menjadi fasilitas efektif dalam merealisasikan aturan warga yang aman, teratur, dan berkeadilan.
Leave a Reply