Pendahuluan

Hukum tradisi ialah seperangkatan etika dan aturan tidak tercatat yang hidup dan berkembang dalam warga tradisi. Sebagai hukum yang lahir dari praktek sosial dan adat, hukum tradisi mencerminkan nilai, budaya, dan kearifan lokal. Di Indonesia, hukum tradisi mempunyai posisi penting karena keanekaragaman suku dan adat yang kaya, dan dianggap kehadirannya oleh konstitusi. Artikel berikut mengulas ide, karakter, sumber, dan perubahan hukum tradisi dalam kerangka negara hukum kekinian.

Ulasan

1. Ide Hukum Tradisi

Hukum tradisi bisa dimengerti sebagai beberapa aturan yang atur sikap anggota warga tradisi yang mengambil sumber dari rutinitas dan diterima sebagai pandangan hidup. Menurut Van Vollenhoven, satu diantara perintis pengkajian hukum tradisi, hukum tradisi ialah semua ketentuan yang walaupun tidak diputuskan oleh penguasa, masih tetap dipatuhi karena berkekuatan mengikat dengan sosial.

Di Indonesia, pernyataan pada hukum tradisi tercermin dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang memperjelas pernyataan dan penghormatan pada warga hukum tradisi dan hak-hak tradisionilnya, sepanjang masih hidup dan sama sesuai perubahan jaman.

2. Karakter Hukum Tradisi

Hukum tradisi mempunyai keunikan yang membandingkannya dari hukum tercatat:

a. Tidak Tercatat
Beberapa ketentuan hukum tradisi tidak dicetak dalam ketentuan resmi, tetapi diturunkan dengan lisan dari angkatan ke angkatan.

b. Komunal dan Kelompok
Kebaikan bersama lebih diprioritaskan dibanding kebutuhan pribadi. Contohnya, pengendalian tanah ulayat dilaksanakan untuk kebutuhan semua anggota warga tradisi.

c. Plastis dan Aktif
Hukum tradisi bisa beradaptasi peralihan sosial, budaya, dan ekonomi.

d. Ancaman Sosial dan Kepribadian
Penerapan hukum tradisi memercayakan ancaman sosial, seperti pengucilan atau denda tradisi, yang memiliki sifat mengembalikan kesetimbangan.

e. Berakar pada Nilai Lokal
Beberapa aturan hukum tradisi lahir dari keyakinan, agama lokal, dan praktek kehidupan warga di tempat.

3. Sumber Hukum Tradisi

Sumber hukum tradisi asal dari:

  • Rutinitas dan Adat: Praktek yang digerakkan dengan tanpa henti dan dianggap sebagai ketentuan.
  • Keputusan Pemuka Tradisi: Keputusan atau persetujuan yang dibikin oleh tetua atau instansi tradisi.
  • Upacara dan Ritus Keagamaan Lokal: Etika yang menempel dalam praktek ritus keyakinan.

4. Sektor-Bidang Hukum Tradisi

Hukum tradisi atur beragam faktor kehidupan, diantaranya:

  • Hukum Kekerabatan: Atur perkawinan, waris, dan jalinan kekeluargaan. Contohnya mekanisme kekeluargaan patrilineal (Batak) dan matrilineal (Minangkabau).
  • Hukum Tanah (Hak Ulayat): Atur pendayagunaan dan kepenguasaan tanah secara komunal, termasuk pengendalian rimba tradisi.
  • Hukum Pidana Tradisi: Atur pelanggaran etika tradisi seperti konflik antarwarga, pencemaran nama baik, atau pelanggaran upacara.
  • Hukum Kesepakatan Tradisi: Atur transaksi bisnis atau kesepakatan antaranggota warga, contohnya tukar-menukar hasil bumi.

5. Pernyataan Hukum Tradisi dalam Mekanisme Hukum Indonesia

a. Konstitusi dan Ketentuan Perundang-undangan
Selainnya UUD 1945, beragam undang-undang seperti Undang-Undang Dasar Agraria (UUPA) 1960, UU Kehutanan, dan UU Warga Tradisi (pada proses) mengaku kehadiran hak ulayat dan warga tradisi.

b. Keputusan Pengadilan
Mahkamah Konstitusi (MK) seringkali memperjelas keutamaan pelindungan hak-hak warga tradisi, contohnya Keputusan MK No. 35/PUU-X/2012 yang memisah rimba tradisi dari rimba negara.

c. Peranan Pemerintahan Wilayah
Otonomi wilayah memberi ruangan untuk pemda untuk atur pernyataan dan pelindungan warga hukum tradisi lewat ketentuan wilayah (Perda).

6. Perubahan dan Rintangan Kontemporer

a. Modernisasi dan Globalisasi
Peralihan sosial-ekonomi kerap menekan keberadaan hukum tradisi, contohnya masuknya investasi besar di daerah tradisi yang memacu perselisihan agraria.

b. Perselisihan Tanah dan Sumber Daya Alam
Banyak perselisihan tanah di antara warga tradisi dan perusahaan atau pemerintahan. Penegakan hak ulayat menjadi rumor signifikan.

c. Pluralisme Hukum
Indonesia berpedoman mekanisme hukum plural, di mana hukum tradisi, hukum agama, dan hukum nasional berhubungan. Ini memunculkan rintangan harmonisasi, khususnya dalam perkawinan dan waris.

d. Pelindungan Hak Warga Tradisi
Perlu peraturan nasional lebih kuat untuk mengaku dan membuat perlindungan hak warga tradisi secara detail.

e. Peralihan Cuaca dan Kearifan Lokal
Hukum tradisi mempunyai kearifan dalam pengendalian lingkungan, seperti mekanisme subak di Bali atau sasi di Maluku. Kekuatan ini penting untuk mitigasi peralihan cuaca.

7. Jalinan Hukum Tradisi dan Hukum Nasional

Hukum tradisi dianggap sebagai satu diantara sumber hukum nasional, khususnya pada sektor agraria, waris, dan perkawinan. UUPA 1960, contohnya, mengatakan jika hak-hak atas tanah ditata berdasar hukum tradisi sepanjang tidak berlawanan dengan kebutuhan nasional. Di lain sisi, hukum tradisi harus terus beradaptasi konsep hak asasi manusia dan kesetaraan gender.

Ringkasan

Hukum tradisi ialah peninggalan hukum asli warga Indonesia yang menggambarkan beberapa nilai kelompok, religius, dan kearifan lokal. Kehadirannya dianggap konstitusi dan menjadi satu diantara pilar mekanisme hukum nasional. Tetapi, modernisasi, globalisasi, dan perselisihan sumber daya alam memunculkan rintangan besar untuk kelangsungan hukum tradisi. Pelindungan lebih kuat lewat ketentuan nasional, pernyataan hak ulayat, dan kolaborasi dengan hukum nasional dibutuhkan supaya hukum tradisi masih tetap berkaitan dan berperan pada pembangunan berkesinambungan, konservasi budaya, dan keadilan sosial.