Hukum Adat Harus Berlaku Lagi Bopak Castello Kritik Komika Merendahkan Agama Dan Hina Nabi
Jurnal Hukum Adat Indonesia ( JILI ) – Jakarta Dalam lanjutan wawancara podcast dengan Dery eks Vierratale, Bopak Castello tidak hanya membahas keputusannya untuk memilih proyek televisi yang lebih positif, tetapi juga menyentuh isu sensitif terkait perilaku beberapa komedian di Indonesia yang cenderung melampaui batas-batas keberagamaan.
Bahkan yang paling parah adalah hingga menghina Nabi. Dalam percakapan tersebut, Dery mempertanyakan pandangan Bopak mengenai kondisi perkomedian di Indonesia, khususnya para komika baru yang terkadang menggunakan materi yang kurang pantas.
Bopak Castello menyatakan keprihatinannya terhadap fenomena tersebut.
“Sekarang gimana, Bang? Mengenai karir perkomedian di Indonesia ini, kan banyak yang anak-anak baru. Tapi nyatanya, oknum-oknum ini kan dia serampangan kata-katanya, ngomong-ngomong jorok,” ungkap Dery.
Hukum Adat Dirangkum Dalam Jurnal Hukum Adat Indonesia
Dalam tanggapannya, Bopak Castello menekankan bahwa materi yang menyinggung nilai-nilai agama, terutama merendahkan Rasulullah, adalah hal yang tidak baik. Ia berpendapat bahwa ini bukan hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi juga tugas pemerintah dan masyarakat untuk menjaga nilai-nilai tersebut.
“Ini kan materi yang tidak baik. Nah ini kan begini, sebetulnya udah harus tugas pemerintah ini. Harus tugas pemerintah dan masyarakat. Kalau Bopak malah setuju hukum adat itu berlaku lagi. Kayak zaman kita dulu,” jelas Bopak.
Contoh Kasus Hukum Adat
Bopak Castello menanggapi dengan menyebutkan sebuah contoh masalah yang berlangsung baru-baru ini. Di mana ada seorang komika Lampung dianggap menghina nabi Muhammad SAW.
“Apalagi tempo hari kan ada kawan yang berasal dari sono hingga menyinggung Rasulullah, ya kan? Aduh,” ujar Bopak.
Sanksi Sosial Dalam Konteks Hukum Adat
Dalam konteks hukum adat, Bopak Castello memberi tambahan contoh berkenaan bagaimana penduduk dulu menerapkan sanksi sosial pada pelanggaran tertentu, seperti bekas narapidana yang diakui sebagai tabu. Ia menyebutkan bahwa sanksi sosial seperti itu mampu jadi solusi dalam konteks moderen untuk menghargai nilai-nilai agama dan moralitas.
“Hukum rutinitas itu kan tidak tertulis. Tapi hukum rutinitas itu lahir dibentuk berasal dari manusia yang sebenarnya perhatikan berkenaan sosial. Lo di satu wilayah, kan lo harus ikut peraturan lingkungan. Itu namanya kan hukum adat. Nah jikalau lu melanggar, ya lu tentu dilecehkan mirip warga yang lainnya. Karena Karena lu apa? Mengganggu,” kata Bopak Castello.